• (function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=void 0!=f?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(void 0==f)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=0=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; 0=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&0=b&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();
    Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah-Universitas Pendidikan Indonesia
    Ahlan wa sahlan, wilujeng sumping, welcome to Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
    Universitas Pendidikan Indonesia
    Jumat, 23 Mei 2008
    Dicari: Pemilih Cerdas

    Ridwan Ibadurrahman*

    Pemilih gagal bisa menghasilkan pemerintah yang gagal.

    Dalam sebuah sesi kuliah, seorang dosen pernah bertanya: apakah manfaat demokrasi? Pertanyaan tersebut mungkin sering terdengar kini, diperbincangkan di warung kopi, di ruang-ruang kelas hingga rubrik-rubrik koran dan tayangan televisi. Reformasi 1998 telah membawa banyak perubahan di Indonesia: amandemen UUD 1945, kebebasan pers, politik multipartai, parlemen bikameral, pengembalian fungsi TNI, akomodasi calon independen, pemilihan eksekutif langsung dll. Pada bulan November tahun lalu, Indonesia meraih The Democracy Award dari IAPC (International Association of Political Consultant), sebuah titik lanjutan dari berbagai titik yang dilalui dalam proses perkembangan demokrasi negeri ini.

    Pertanyaannya: apakah demokrasi berbanding lurus dengan kesejahteraan?

    Jumlah rakyat miskin menurut data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2007 adalah 37, 17 juta jiwa (16, 58%). Standar kemiskinan yang digunakan BPS adalah pendapatan Rp 5500 per orang per hari. Jika standar yang digunakan adalah standar bank dunia (pendapatan minimal US$ 1 per orang hari untuk kemiskinan ekstrem dan US$ 2 per orang hari untuk kemiskinan moderat) ditengarai jumlah rakyat miskin di negara ini adalah 63 juta jiwa (miskin ekstrem) dan 126 juta jiwa (miskin moderat). Sementara tingkat pengangguran di Indonesia adalah 10,55 juta orang (BPS 2007).

    Angka-angka diatas belum mencakup berbagai kasus “ketidaksejahteraan” yang ada di masyarakat, seperti kasus balita dengan gizi buruk di berbagai wilayah, kelaparan, belum lagi masalah pendidikan dan kesehatan. Pantas saja jika banyak orang bertanya: Untuk apa sih demokrasi?

    Pemikiran seperti itulah yang pada akhirnya menghasilkan sikap apatis dari rakyat. Dalam pemilihan umum maupun pilkada, hal ini tercermin dari tingginya angka golput. Apatisme semakin mengental ketika berbagai kasus yang menurunkan kredibilitas pemimpin seperti korupsi marak dilakukan. Dalam situasi seperti ini, mudah saja dikatakan bahwa akar semua permasalahan adalah pemerintah dan demokrasi telah gagal.

    Benarkah demikian?

    Jika pemerintah dinilai bertanggung jawab atas berbagai hal yang terjadi, saya pikir jawabannya adalah: ya. Tetapi menurut saya, dalam sistem pemilihan pemimpin yang relatif terbuka sekarang ini, faktor yang tak kalah penting selain ‘yang dipilih’ (pemerintah) adalah ‘yang memilih’(rakyat). Logika sederhananya seperti ini: kalau kita mencela, misalnya, anggota DPR yang dalam pandangan kita tak becus mengurusi rakyat, bukankah dulu ada orang yang memilihnya? Tidaklah mungkin seseorang, dalam sistem pemilihan seperti ini, melenggang ke senayan tanpa mengantongi raihan suara yang banyak (seorang tersangka korupsi di DPR bahkan mendapat suara terbesar di daerah nya!) Artinya, ada sesuatu yang mesti diperbaiki di sini.

    Kepemimpinan nasional dan deaerah terus berjalan. Berbagai pemilihan yang digelar akan menghasilkan pemimpin-pemimpin baru (atau lama) mulai dari skala lokal hingga nasional. Apakah memang sudah tak ada pemimpin yang layak? Tentu tidak. Masalahnya maukah kita memilih pemimpin yang baik? Tentu mau, siapa sih yang tak ingin hidup lebih baik dibawah kepemimpinan yang baik. Namun, apakah kita sudah memilih pemimpin yang baik? Nah, itulah masalahnya, ketika kita menganggap pemerintah tidak melakukan tugasnya dengan baik, berarti kita juga belum bisa menunaikan tugas kita sebagai pemilih yang baik. Maka apatisme terhadap proses pemilihan yang berjalan saat ini, alih-alih memberi efek positif, justru akan menghailkan efek negatif. Tidak memilih pemimpin justru akan membuat para calon pemimpin yang tidak bertanggung jawab mendapat kesempatan untuk meraih jabatan, sementara memilih pemimpin sembarangan justru akan berakibat lebih buruk lagi. Karenanya, setidaknya untuk saat ini, pilihannya hanya satu: cerdaslah dalam memilih pemimpin, dalam mencermati siapa yang layak dibebani amanah, sedikit lebih rajin untuk meneliti calon pemimpin kita. Sedikit melelahkan, tetapi lebih baik daripada menyesali kehidupan yang lebih sulit di lima tahun selanjutnya.

    Mungkin kita tak bisa mengatakannya sebagai solusi terbaik, tetapi cukuplah jika dikatakan kita berusaha menghindari resiko terburuk. Sikap apatisme tak akan menghasilkan apapun kecuali keadaan yang dikhawatirkan semakin memburuk. Semakin kita menghindari untuk memilih pemimpin, semakin besar peluang mereka yang tidak bertanggung jawab untuk naik menjadi pemimpin, selanjutnya adalah lingkaran setan. Ini bukan soal sistem mana yang terbaik, tetapi soal resiko mana yang lebih kecil.

    Pemilih cerdas: dicari!

    *Penulis adalah mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia


    posted by imm-upi @ 08.21  
    0 Comments:
    Posting Komentar
    << Home
     
    ayo menulis!

    kirimkan saran dan masukan anda melalui e-mail: immupi@yahoo.co.id
    anda juga bisa mengirim tulisan melalui alamat tersebut
    JANGAN LUPA GABUNG DI MILIST IMM-UPI
  • klik di sini



  • jejak lalu
    arsip
    silaturahim



    jejaring
    Powered by

    BLOGGER