• (function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=void 0!=f?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(void 0==f)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=0=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; 0=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&0=b&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();
    Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah-Universitas Pendidikan Indonesia
    Ahlan wa sahlan, wilujeng sumping, welcome to Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
    Universitas Pendidikan Indonesia
    Rabu, 14 Mei 2008
    Global Warming dan Jejak Industri

    Global Warming dan Jejak Industri

    Ridwan Ibadurrahman*

    Sebagian masyarakat Inggris abad 19 tentu mengalami suatu masa ketika kota-kota industri mereka seperti Manchester dan Liverpool dipenuhi asap pekat yang berasal dari pabrik. Gas buang dari hasil pembakaran batu bara tersebut merupakan salah satu efek negatif dari revolusi industri. Revolusi ini memang memberi dampak luas bagi peradaban, tak hanya manusia tetapi juga alam. Tentunya banyak sisi baik dari industri seperti penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, namun dalam jejak sejarah kita sering mendapati efek negatif industri yang berakibat kerugian sangat besar bagi manusia dan alam.

    Masih mengambil contoh dari revolusi industri, masalah yang timbul selain polusi adalah urbanisasi besar-besaran. Seperti kita ketahui, dalam revolusi industri kultur masyarakat agraris berubah menjadi industri. Mereka berbondong-bondong meninggalkan tanah pertaniannya di desa-desa menuju kota dimana pabrik-pabrik berdiri. Tentu saja mereka membutuhkan tempat tinggal, namun ternyata lahan yang ada sangat terbatas. Akibatnya mereka tinggal berdesak-desakan di tempat kumuh dengan kualitas kehidupan rendah: sanitasi seadanya, kualitas udara buruk, rentan terhadap penyebaran penyakit, belum lagi akibat sosial yang ada karena bertumpuknya manusia di lokasi yang sempit. Selain polusi dan urbanisasi, masih banyak maslah yang timbul seperti pekerja di bawah umur, ketentuan jam kerja, upah dll.

    Seiring dengan perkembangannya, telah banyak hal yang dilakukan untuk memperbaiki efek dari meluasnya indusitri di inggris, seperti undang-undang tentang pelarangan pekerja di bawah umur. Tetapi sejak revolusi industri hingga kini, jejak-jejak kerusakan lingkungan banyak terserak di bumi ini.

    Tentu kita masih ingat (atau sudah lupa?) dengan tragedi teluk minamata yang muncul pada pertengahan abad dua puluh lalu di propinsi Kumamoto Kyushu, Jepang. Berawal di permulaan tahun1950-an ketika ditemukan kucing yang mati akibat memakan ikan yang berasal dari perairan itu, kasusnya berlanjut dengan membludaknya pasien di Rumah Sakit setempat dengan kasus yang sama: kerusakan sistem syaraf.

    Masyarakat Jepang yang memakan ikan dari teluk Minamata terkena gejala-gejala aneh seperti berteriak-teriak, melakukan gerakan yang tak lazim, bahkan tak bisa memegang sumpit (Pramuji 2004)

    Studi yang dilakukan kemudian menemukan bahwa ternyata teluk itu telah tercemar limbah dari bahan kimia yang dipergunakan untuk memproduksi plastik. Tragedi yang sangat mengerikan itu berlangsung lama, termasuk masa rehabilitasi kesehatan dan kompensasi yang diberikan oleh Chisso Corporation yang dinilai bertanggung jawab dalam kasus ini.

    Di tanah air, kasus kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh industri juga banyak ditemui. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan sesuatu yang menjadi persyaratan sebelum suatu industri dapat berdiri, namun kenyataan nya kerusakan lingkungan masih banyak terjadi. Illegal logging yang membabat hutan adalah contohnya. Pembabatan hutan berakibat luas terhadap kerusakan alam parah, seperti yang bisa kita lihat di hutan-hutan Kalimantan.

    Kasus pencemaran teluk buyat yang mirip dengan kasus Minamata juga terjadi di negeri kita. Jika kita melihat foto-foto korban kasus ini di media, kita akan terhenyak betapa parahnya efek yang ditimbulkan kejadian ini. Hasil penelitian Walhi dan beberapa LSM lain pada tahun 2004 menunjukkan bahwa Arsen dan Merkuri telah mencemari perairan teluk itu. Sumber pencemaran, menurut penelitian tersebut adalah limbah tambang yang dihasilkan oleh Newmont, perusahaan tambang asing yang beroperasi di sana, walaupun Newmont sendiri tentu saja membantahnya.

    Kasus Lumpur Lapindo adalah contoh lain. Hingga sekarang, kasus yang menyebabkan hilangnya tempat tinggal ribuan jiwa itu belum tuntas. Hiruk pikuk yang terjadi akibat kerusakan lingkungan, efek sosial dan kerugian material belum mereda. YLBHI menggugat Lapindo, pun juga Walhi. Lapindo sebagai perusahaan tentu membantah studi yang menunjukkan bahwa mereka bertanggung jawab atas kejadian itu, tetapi tampaknya semburan Lumpur luas itu akan memiliki dampak yang lama dan bersifat jangka panjang bagi lingkungan dan manusia (secara fisik, apalagi psikis). Kita tentu bisa membayangkan seorang kepala keluarga, misalnya yang telah membangun dan mencicil sepetak rumah untuk tempat berteduh keluarganya tiba-tiba kehilangan rumah itu seketika, dan juga beribu cerita lainnya, termasuk mereka yang terserak di pengungsian.

    Dunia industri, dengan segala kelebihan yang dikandung nya: penyerapan tenaga kerja masal, percepatan laju pertumbuhan ekonomi, pergerakan sector riil, serta Corporate Social Responsibility tentu memiliki banyak sisi baik. Tetapi selayaknya disadari bahwa perlu ada sebuah tanggung jawab yang diambil ketika kerusakan lingkungan telah terjadi. Yang lebih penting lagi, perlu ada sebuah tanggung jawab untuk menghindari tragedi kerusakan lingkungan di masa datang.

    Hari ini, ketika global warming didengungkan orang sejak saat bangun tidur hingga tidur lagi, seyogyanya jejak-jejak dunia industri dalam kerusakan lingkungan tidak dilupakan, apalagi dianggap seolah-olah tidak ada. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama terhadap lingkungan, tetapi tampaknya dunia industri memiliki tanggung jawab yang setingkat lebih tinggi.

    Bumi Siliwangi, 14 Mei 2008

    *Penulis adalah mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia

    posted by imm-upi @ 09.13  
    0 Comments:
    Posting Komentar
    << Home
     
    ayo menulis!

    kirimkan saran dan masukan anda melalui e-mail: immupi@yahoo.co.id
    anda juga bisa mengirim tulisan melalui alamat tersebut
    JANGAN LUPA GABUNG DI MILIST IMM-UPI
  • klik di sini



  • jejak lalu
    arsip
    silaturahim



    jejaring
    Powered by

    BLOGGER